Selasa, 17 April 2018

Hutang Puasa Ramadhan 

Beberapa Tahun Belum Diqadha

Ramadhan 1439 H segera hadir, semoga insyaallah Allah SWT mengizinkan  kita bisa bersamanya lagi, dan mampu mengoptimalkan waktunya untuk kegiatan amal/ibadah yang diridhaiNya. Diantara yang perlu kita ingatkan pada diri dan keluarga menjelang masuk bulan sya'ban selain berdoa "Allahumma baariklanaa fii rajab wa sya'ban wa balighnaa ramadhaan", adalah mengingatkan diri dan keluarga adakah yang belum selesai mengqadha puasa Ramadhan tahun sebelumnya. Semoga tidak ada yang lupa atau terhalang untuk mampu mengqadha puasa yang belum tertunaikan di ramadhan sebelumnya, aamiin.

Lantas apa hukumnya  orang yang memiliki hutang ramadhan beberapa tahun, dan belum diqadha hingga sekarang?
Allah membolehkan, bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa, baik karena sakit yang ada harapan sembuh atau safar atau sebab lainnya, untuk tidak berpuasa, dan diganti dengan qadha di luar ramadhan. Allah berfirman,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah: 184)
Kemudian, para ulama mewajibkan, bagi orang yang memiliki hutang puasa ramadhan, sementara dia masih mampu melaksanakan puasa, agar melunasinya sebelum datang ramadhan berikutnya. Berdasarkan keterangan A’isyah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ
Dulu saya pernah memiliki utang puasa ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhari 1950 & Muslim 1146)
Dalam riwayat muslim terdapat tambahan,
الشُّغْلُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
‘Karena beliau sibuk melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
A’isyah, istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu siap sedia untuk melayani suaminya, kapanpun suami datang. Sehingga A’isyah tidak ingin hajat suaminya tertunda gara-gara beliau sedang qadha puasa ramadhan. Hingga beliau akhirkan qadhanya, sampai bulan sya’ban, dan itu kesempatan terakhir untuk qadha.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,
وَيؤْخَذ مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذلك في شَعْبَان: أَنَّهُ لا يجُوز تَأْخِير الْقَضَاء حَتَّى يدْخُلَ رَمَضَان آخر
Disimpulkan dari semangatnya A’isyah untuk mengqadha puasa di bulan sya’ban, menunjukkan bahwa tidak boleh mengakhirkan qadha puasa ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya. (Fathul Bari, 4/191).
Bagaimana jika belum diqadha hingga datang ramadhan berikutnya?
Sebagian ulama memberikan rincian berikut,
Pertama, menunda qadha karena udzur, misalnya kelupaan, sakit, hamil, atau udzur lainnya. Dalam kondisi ini, dia hanya berkewajiban qadha tanpa harus membayar kaffarah. Karena dia menunda di luar kemampuannya.
Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang sakit selama dua tahun. Sehingga utang ramadhan sebelumnya tidak bisa diqadha hingga masuk ramadhan berikutnya.
Jawaban yang beliau sampaikan,
ليس عليها إطعام إذا كان تأخيرها للقضاء بسبب المرض حتى جاء رمضان آخر ، أما إن كانت أخرت ذلك عن تساهل ، فعليها مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم
Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnyam hingga datang ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/572/
Kedua, sengaja menunda qadha hingga masuk ramadhan berikutnya, tanpa udzur atau karena meremehkan. Ada 3 hukum untuk kasus ini:
  1. Hukum qadha tidak hilang. Artinya tetap wajib qadha, sekalipun sudah melewati ramadhan berikutnya. Ulama sepakat akan hal ini.
  2. Kewajiban bertaubat. Karena orang yang secara sengaja menunda qadha tanpa udzur hingga masuk ramadhan berikutnya, termasuk bentuk menunda kewajiban, dan itu terlarang. Sehingga dia melakukan pelanggaran. Karena itu, dia harus bertaubat.
  3. Apakah dia harus membayar kaffarah atas keterlambatan ini?
Bagian ini yang diperselisihkan ulama.
Pendapat pertama, dia wajib membayar kaffarah, ini adalah pendapat mayoritas ulama.
As-Syaukani menjelaskan,
وقوله صلى الله عليه وسلم: “ويطعم كل يوم مسكينًا”: استدل به وبما ورد في معناه مَن قال: بأنها تلزم الفدية من لم يصم ما فات عليه في رمضان حتى حال عليه رمضان آخر، وهم الجمهور، ورُوي عن جماعة من الصحابة؛ منهم: ابن عمر، وابن عباس، وأبو هريرة. وقال الطحاوي عن يحيى بن أكثم قال: وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dia harus membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin”, hadis ini dan hadis semisalnya, dijadikan dalil ulama yang berpendapat bahwa wajib membayar fidyah bagi orang yang belum mengqadha ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama, dan pendapat yang diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah.
At-Thahawi menyebutkan riwayat dari Yahya bin Akhtsam, yang mengatakan,
وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا
Aku jumpai pendapat ini dari 6 sahabat, dan aku tidak mengetahui adanya sahabat lain yang mengingkarinya. (Nailul Authar, 4/278)
Pendapat kedua, dia hanya wajib qadha dan tidak wajib kaffarah. Ini pendapat an-Nakhai, Abu Hanifah, dan para ulama hanafiyah. Dalilnya adalah firman Allah,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-aqarah: 184)
Dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan fidyah sama sekali, dan hanya menyebutkan qadha.

Demikian,
Allahu a’lam.

Senin, 16 April 2018


Manfaat sholat 
(Dirangkum dari beberapa sumber)  
Ayo jaga sholat kita!!!
Tunaikan minimal shalat yang 5 waktu, manfaat yang  disampaikan dalam artikel ini lebih kepada aspek-aspek kesehatan tubuh, semoga manfaat dan mendorong kita untuk mampu selalu menunaikannya dengan berkualitas.
Sholat Shubuh
Sholat shubuh yang dilakukan saat terbitnya fajar hingga hampir terbitnya matahari ini ternyata dapat membantu menjaga kesehatan paru-paru. Mengapa?
Sebab saat waktu itu, sistem pernafasan dan paru-paru tengah bekerja secara maksimal.Saat itulah, darah dari paru-paru akan diambil dan dialirkan ke seluruh bagian organ tubuh untuk mengisi “pasokan nutrisi” yang akan digunakan untuk beraktivitas.Bukan hanya itu, penelitian juga membuktikan bahwa pada pukul 3 hingga 5 pagi, paru-paru tengah mengalami fungsi detoks sehingga proses ini membuat para penderita batuk mengalami batuk-batuk yang sangat hebat.
Sholat Dzuhur 
Waktu Dzuhur yang dilaksanakan saat tergelincirnya matahari dari tengah langit hingga bayangan benda memiliki panjang yang sama dengan benda itu sendiri ini merupakan salah satu bentuk terapi paling mujarab bagi jantung.
Pada pukul 11 – 1 siang, kebanyakan manusia tengah mengalami puncak kepenatan lantaran berbagai kesibukan dan aktivitas yang mereka jalani.
Oleh sebab itu, menjalankan sholat dzhuhur akan sangat membantu merileksasikan tubuh dan pikiran terutama karena sholat dzuhur juga dilakukan setelah membasuh tubuh menggunakan air wudhu yang dapat menjadikan panas jantung yang berlebihan menjadi normal kembali.
Dengan kondisi tersebut, maka jantung dapat menjalankan fungsinya dengan sangat baik.
Sholat Ashar 
Waktu Ashar merupakan waktu yang sangat tepat untuk melakukan terapi kandung kemih. Dimana kandung kemih sendiri berfungsi untuk mengubah cairan tubuh menjadi air kencing dan mengeluarkannya sebagai produk eksresi manusia.
Pada pukul 3 – 5 sore, hawa tubuh manusia dan hawa lingkungan sekitar akan mulai mengalami proses adaptasi lantaran adanya perubahan hawa lingkungan yang tadinya panas menjadi dingin.
Proses ini sangat membutuhkan keseimbangan kimiawi yang membuat tubuh mengalami keseimbangan metabolisme.
Apabila proses ini tak berjalan dengan lancar dan seimbang, maka cairan yang tak bermanfaat dan mengandung racun akan menumpuk dalam tubuh dan dapat menimbulkan berbagai efek yang negatif.
Sholat Maghrib 
Waktu Maghrib merupakan saat paling tepat untuk melakukan terapi ginjal. Sebab saat itu, hawa udara sekitar akan semakin menurun sehingga membuat sistem organ dalam tubuh harus menyesuaikan diri dengan energi yang ada di lingkungan sekitar.
Apabila ginjal mengalami penurunan energi panas, maka kinerja ginjal dapat mengganggu kinerja organ lainnya seperti limpa kecil dan paru-paru. Padahal, ginjal yang berkaitan erat pula dengan kinerja kandung kemih ini akan mengatur tulang, sumsum dan otak manusia.
Bukan hanya itu, ginjal juga bertanggung jawab untuk menjaga kinerja sistem reproduksi, berperan penting dalam proses metabolisme air, mengendalikan cairan tubuh, serta menjaga keseimbangan panas dan dingin yang sangat berpengaruh bagi kinerja tubuh.
Sholat Isya’
Waktu Isya’ adalah waktu pendinginan bagi tubuh, setelah sibuk beraktifitas pada siang hari.
Perikardium merupakan lapisan yang terletak di bagian bawah kulit dan diantara otot-otot yang berfungsi membuang kelebihan energi dari jantung dan mengalihkannya pada titik-titik Laogong (mengurangi suhu tubuh selama menderita demam) yang terdapat pada pusat telapak tangan.
Kelebihan energi tersebut kemudian akan dilepaskan secara alami hingga terjadinya stabilitas energi pada jantung. Saat pukul 7-9 malam, suhu udara yang mulai rendah dari suhu tubuh membuat tubuh membutuhkan penyesuaian sistem energi dalam tubuh manusia agar terjadi penyesuaian.
Dan sholat Isya, membuat terjadinya penurunan kinerja organ internal yang telah dipenatkan dengan berbagai aktivitas sehari-hari.
Sehingga Isya, kerap disebut sebagai waktu pendinginan dari seluruh sistem organ dan saraf sehingga tubuh dapat istirahat dengan baik pada malam hari.
Sumber: suara21.com

Hikmah Dibalik Peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW


“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(QS. Al-Isra’: 1)
“Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 13-18). 
Pada suatu malam yang dingin tanggal 27 Rajab, tepatnya 10 tahun setelah Rasulullah SAW menerima wahyu kenabian, Allah SWT. memberangkatkan hamba-Nya yang terkasih-Nya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian naik ke langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha. Semuanya tentu tahu tentang peristiwa tersebut karena setiap tahunnya umat muslim di Indonesia memperingatinya. Tapi adakah di antara mereka yang mengetahui peristiwa tersebut kemudian memahami ‘kenapa Allah memberangkatkan seorang hamba-Nya yang bernama Muhammad SAW itu?’
Dan dalam tulisan berikut ini kita akan membahasnya secara singkat tentang hikmah di balik Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah saw. Kenapa kita harus membahasnya? Ada dua tujuan; Pertama, kita semua sepakat dan meyakini bahwa setiap kejadian dan peristiwa pasti ada hikmah yang terkandung tentunya bagi orang-orang yang berakal, kedua, dalam pembahasan ini diharapkan setelah membaca tulisan ini dapat meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT yang begitu besar kekuasaan-Na. Berikut hikmah yang dapat saya rangkum dari buku Sirah Nabawiyah.
1. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan yang nyata, bukan perjalanan ruhani/mimpi atau khayalan.
Sungguh tak bisa dibayangkan apabila perjalanan Isra’ Mi’raj yang Rasulullah jalankan merupakan hanya perjalanan ruhani alias hanya mimpi, karena jika hal itu yang terjadi maka perjalanan Isra’ Mi’raj tidak ada bedanya dengan wahyu-wahyu yang Rasulullah terima baik melalui bisikan Jibril maupun dari mimpi. Sehingga peristiwa Isra’ Mi’raj tidak bisa dijadikan pembuktian keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sepulangnya Rasulullah dari perjalanan Isra’ dan Mi’raj-nya, beliau mengumumkan tentang apa yang telah dialaminya semalam kepada kaumnya. Dan sebagaimana yang diceritakan oleh Rasulullah bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut sebuah perjalanan yang dilakukannya dengan jiwa dan ruhnya, maka seketika itu banyak dari kaum Quraisy yang menentang dan mencemoohnya dengan sebutan ‘gila’. Kaumnya beranggapan mana mungkin perjalanan dari Masjidil Haram yang di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di negeri Syam (Palestina) hanya dengan waktu semalaman, padahal mereka jika hendak ke negeri Syam untuk berdagang membutuhkan waktu hingga 1 bulan lamanya. Tak pelak peristiwa Isra’ Mi’raj yang menurut mereka tidak masuk akal membuat beberapa orang yang baru masuk Islam tergoyahkan keimanannya dan kembali menjadi murtad.
2. Isra’ Mi’raj adalah jamuan kemuliaan dari Allah, penghibur hati, dan pengganti dari apa yang dialami Rasulullah SAW ketika berada di Thaif yang mendapatkan penghinaan, penolakan dan pengusiran.
Sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, Rasulullah SAW terus mengalami ujian yang sangat berat. Mulai dari embargo ekonomi hingga dikucilkan dari kehidupan sosial yang dilakukan oleh Kaum Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kemudian cobaan yang sangat berat diterima oleh Rasulullah SAW adalah meninggalnya orang-orang yang terkasihinya dalam waktu yang berdekatan yaitu meninggalnya pamannya Abu Thalib bin Abdul Muthalib serta istrinya tercinta Khadijah yang selalu menemaninya dan mendukungnya dengan jiwa, raga dan hartanya dalam perjalanan dakwah Rasulullah. Lalu hingga pengusiran, penolakan dan penghinaan kepada apa yang Rasulullah dakwahkan kepada penduduk kota Thaif.
3. Isra’ bukanlah peristiwa yang sederhana. Tetapi peristiwa yang menampakkan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah yang paling besar.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat Al-Isra’: 1 dan An-Najm: 13-18 bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan pembuktian dan menampakkan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah yang paling besar. Peristiwa Isra’ Mi’raj mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada yang tidak bisa Allah lakukan, dan hal tersebut terkadang masih saja di antara kita yang meragukan tentang kekuasaan Allah yang sangatlah besar, sehingga membuat kita menjadi ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya.
4. Peristiwa Isra’ Mi’raj membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh Rasulullah adalah bersifat universal.
Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram yang ada di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di Syam melintasi ribuan kilometer yang jauh dari Mekah tempat Rasulullah dilahirkan, hal ini Allah ingin membuktikan bahwa ajaran yang Rasulullah bawa bukan hanya untuk penduduk Mekah saja tetapi untuk seluruh wilayah yang ada di bumi ini. Setibanya Rasulullah SAW di Masjidil Aqsha, beliau memimpin shalat para Nabi dan Rasul-Rasul Allah. Hal tersebut menandakan bahwa baginda Rasulullah SAW merupakan pemimpin dan penghulu para Nabi dan Rasul yang telah Allah turunkan sebelumnya. Dan agama Islam beserta syariatnya yang Rasulullah bawa menjadi ajaran dan syariat yang berlaku untuk seluruh kaum dan umat manusia di seluruh dunia.
5. Dalam Isra’ Mi’raj diturunkannya perintah shalat wajib 5 kali dalam sehari.
Ketika Rasulullah sampai di Sidratul Muntaha dan menghadap kepada Allah, lalu Allah menurunkan syariat shalat 5 waktu kepada Rasulullah SAW dan kepada para umatnya. Dan perintah shalat yang Rasulullah terima menjadi perintah yang Rasulullah pegang erat dan Rasulullah teguhkan kepada umatnya agar jangan sampai umatnya melalaikannya, karena ibadah shalat menjadi kunci utama diterimanya amalan-amalan umatnya yang lainnya hingga sampai Rasulullah mewasiatkannya pada detik-detik meninggalnya Rasulullah saw.
Demikianlah peristiwa Isra’ Mi’raj ini Allah SWT memperjalankannya kepada baginda Rasulullah SAW, hal tersebut sesungguhnya untuk dapat diketahui oleh orang-orang yang beriman dan berakal. Semoga ini menjadi hikmah yang besar buat kita semua.

Sumber: https://www.dakwatuna.com/2012/06/18/21114/hikmah-dibalik-peristiwa-isra-miraj-rasulullah-saw/#ixzz5CtF7mkni 

Kamis, 12 April 2018


ANGGARAN DASAR
YAYASAN IBU INDONESIA MENGAJI (YIIM)


BAB I
NAMA DAN KEDUDUKAN

Pasal 1
(1)      Yayasan ini bernama Yayasan Ibu Indonesia Mengaji (YIIM) yang selanjutnya disebut Yayasan.
(2)      Yayasan berkedudukan di Dukuh Bejen  RT 03, Bantul,  Bantul, Yogyakarta

BAB II
JANGKA WAKTU PENDIRIAN

Pasal 2
Yayasan didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya.

BAB III DASAR DAN AKIDAH

Pasal 3
(1)      Yayasan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(2)      Yayasan berakidah Islam (Ahlussunnah wal Jama’ah).

BAB IV MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 4
Maksud dan tujuan Yayasan adalah :
a.        Menjalin dan mempererat ukhuwah Islamiyah,
b.        Mengembangkan aktifitas di bidang Sosial, Kemanusiaan dan Keagamaan
c.        Mensejahterakan dhuafa dengan ilmu dan amal, serta
d.        Meningkatkan derajat dhuafa menjadi berdaya.




BAB V
KEGIATAN
Pasal 5

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas, yayasan menjalankan kegiatan sebagai berikut :



1.     Bidang Sosial :
a. Mendirikan lembaga sosial formal dan/atau non formal,
b. Panti Asuhan, Panti Jompo,
c. Melestarikan lingkungan hidup.
2.   Bidang Kemanusiaan :
a. Memberi bantuan korban bencana alam,
b. Memberi bantuan pengungsi perang,
c. Memberi bantuan fakir, miskin, janda, yatim dan/atau piatu,
3. Bidang Keagamaan :
        a. Pembinaan anak, remaja dan keluarga,
b. Meningkatkan pemahaman keagamaan,
c. Melaksanakan syiar keagamaan,
d. Menerima dan menyalurkan zakat, infaq, shadaqah serta wakaf,
e. Mendirikan sarana ibadah bagi ummat islam,
f.  Menyelenggarakan pondok pesantren, TPA dan/atau madrasah.



Kekayaan Yayasan terdiri dari :

BAB VI KEKAYAAN

Pasal 6


a.        Modal awal yang dikumpulkan sebesar Rp. 10.000.000,00  (sepuluh juta rupiah),
b.        Hasil-hasil yang didapat Yayasan dari usaha-usaha :
i.         Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk hibah, wakaf, zakat, infaq dan shadaqah,
ii.        Usaha lain yang sah dan halal,
iii.       Bantuan dari Pemerintah.


BAB VII 

KEGIATAN DAN USAHA

Pasal 7
Untuk mencapai tujuan sebagaimana tersebut dalam pasal 4, Yayasan mempunyai kegiatan dan usaha :
a.        Melengkapi sarana dan prasarana yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pencapaian tujuan Yayasan,
b.        Mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuan Yayasan,
c.        Melakukan tindakan yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pencapaian tujuanYayasan.

BAB VIII 

ORGAN  YAYASAN

Pasal 8
(1)      Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari:
a.       Pembina,
b.       Pengurus; dan
c.        Pengawas.
(2)      Setiap anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas berhak:
a.       Mendapatkan fasilitas yang diperlukan dalam tugasnya; dan
b.       Mendapatkan tunjangan.
(3)      Tunjangan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, disesuaikan dengan kemampuan Yayasan berdasarkan keputusan rapat Pembina yang dituangkan dalam Surat  Ketetapan Pembina.

Pasal 9
(1)      Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diberikan kepada Pengurus dan/atau Pengawas.
(2)      Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan
(3)      Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan Pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.

Pasal 10
(1)      Yang dapat diangkat menjadi Pembina adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
(2)      Dalam hal anggota Pembina dari unsur pendiri berjumlah kurang dari 3 (tiga) orang, jumlah anggota Pembina ditetapkan 3 (tiga) orang.

Pasal 11
(1)       Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.
(2)       Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.

Pasal 12
Pengawas Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.


BAB IX

RAPAT-RAPAT DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Bagian Pertama Jenis Rapat

Pasal 13
(1)      Rapat-rapat Yayasan terdiri dari:
a.       Rapat Pembina;
b.       Rapat Pengurus;
c.        Rapat Pengawas; dan
d.       Rapat Gabungan
(2)      Rapat Pembina adalah rapat yang dilaksanakan Pembina dan hanya diikuti oleh anggota Pembina dalam rangka melaksanakan kewenangannya.
(3)      Rapat Pengurus adalah rapat yang dilaksanakan Pengurus dalam rangka melaksanakan kewenangan dan kewajibannya.
(4)      Rapat Pengawas adalah rapat yang dilaksanakan Pengawas dan hanya diikuti oleh anggota Pengawas dalam rangka melaksanakan kewenangan dan kewajibanya.
(5)      Rapat Gabungan adalah rapat yang dilaksanakan dan diikuti oleh beberapa Organ Yayasan.
(6)      Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak boleh dilaksanakan antara Pengurus dan Pengawas kecuali dalam menetapkan anggota Pembina.

Bagian Kedua
Kuorum dan Pengambilan Keputusan

Pasal 14
(1)      Rapat-rapat Yayasan dinyatakan kuorum apabila dihadiri paling sedikit ½ (seperdua) lebih satu dari jumlah undangan yang seharusnya, kecuali Rapat Pembina dan Rapat Pengawas.
(2)      Rapat Pembina dan Rapat Pengawas dinyatakan kuorum apabila dihadiri paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari anggota Pembina.
(3)      Rapat Gabungan dinyatakan kuorum apabila dihadiri paling sedikit ½ (seperdua) dari masing-masing organ Yayasan yang berhak menghadirinya.

Pasal 15
(1)      Apabila jumlah undangan rapat yang hadir tidak memenuhi syarat minimal, maka setelah ditunda 1 (satu) jam rapat dapat dilaksanakan dan dinyatakan  kuorum.
(2)      Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku bagi Rapat Pembina dan/atau Rapat Pengawas.
(3)      Apabila dalam Rapat Pembina atau Rapat Pengawas jumlah undangan rapat yang hadir tidak memenuhi syarat minimal, rapat ditunda untuk memberikan undangan  lagi.
(4)      Undangan sebagaimana dimaksud  ayat (3) menyebutkan bahwa ini adalah undangan ulang.
(5)      Apabila dalam undangan ulang peserta rapat masih tidak memenuhi syarat minimal kehadiran, maka setelah ditunda 1 (satu) jam rapat dapat dilaksanakan, dan keputusan yang diambil dianggap sah.
Pasal 16
(1)      Keputusan rapat diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat
(2)      Apabila pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak tercapai, maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan persetujuan suara terbanyak.
(3)      Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak sebagaimana dimaksud ayat (2) hanya dilakukan terhadap pendapat-pendapat yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan dan Anggaran Dasar ini.

BAB X   

PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 17
(1)      Pengurus berkewajiban melaporkan kegiatan Yayasan selama 1 (satu) tahun kepada Pembina.
(2)      Pengurus menyusun ikhtisar laporan keuangan untuk diumumkan kepada masyarakat di tempat-tempat umum.
(3)      Dalam hal dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, maka Pengurus secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.
BAB XI

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR 



Pasal 18
Anggaran Dasar ini dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan.

Pasal 19
(1)      Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pasal 18  hanya dapat dilakukan dalam Rapat Gabungan yang diselenggarakan oleh Pembina khusus untuk maksud  tersebut.
(2)      Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga)  dari anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas.


(3)      Perubahan dapat dilakukan untuk menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan  tentang Yayasan, dan dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
a.       Pengurus menetapkan tim untuk menyusun draf perubahan tersebut.
b.       Draf sebagaimana dimaksud huruf  a, dibahas dan ditetapkan dalam rapat yang dihadiri oleh tim penyusun dan Pengurus yang ada pada saat perubahan dilakukan.
c.        Draft yang telah dibahas dan ditetapkan oleh tim penyusun sebagaimana dimaksud huruf b untuk selanjutnya disampaikan dalam rapat gabungan.
d.        

BAB XII

PENGGABUNGAN

Pasal 20
(1)    Penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan 1 (satu) atau lebih Yayasan dengan Yayasan lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar,
(2)    Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memperhatikan :
a.        Ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan Yayasan lainnya,
b.        Yayasan yang menerima penggabungan dan yang menggabbungkan diri kegiatannya sejenis, atau
c.         Yayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum dan kesusilaan.
(3)    Usul penggabungan Yayasan dapat disampaikan oleh Pengurus kepada Pembina.
Pasal 21
(1)    Penggabungan Yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Pembina yang dihadiri paling sedikit ¾ (tiga per empat) dari jumlah anggoat Pembina dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga per empat) dari seluruh jumlah anggota Pembina yang hadir,
(2)    Pengurus dari masing-masing Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana penggabungan,
(3)    Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dituangkan dalam rencangan akta penggabungan oleh Pengurus Yayasan oleh Pengurus dari Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan,
(4)    Rancangan akta penggabungan harus mendapat persetujuan dari masing-masing Pembina Yayasan,
(5)    Rancangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dituangkan dalam akta penggabungan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia,
(6)    Pengurus Yayasan hasil penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penggabungan selesai dilakukan,
(7)    Dalam hal penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang memerlukan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka akta perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga wajib disampaikan kepada Menteri HUkum dan Hak Asasi Manusia untuk memperoleh persetujuan dengan dilampiri akta penggabungan.



PEMBUBARAN

Pasal 22
(1)       Yayasan ini dapat dibubarkan karena:
a.     Tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai,
b.     Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan
                                                 i.         Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan,
                                                ii.         Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatan pailit, atau
                                               iii.         Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut.
(2)       Dalam hal dilakukan pembubaran Yayasan sebagaimana ayat  (1) huruf  a, maka keputusan pembubaran Yayasan  harus dilakukan dalam rapat Pembina dan/atau Rapat Gabungan yang dilaksanakan khusus untuk maksud tersebut,
(3)       Rapat Pembina dan/atau Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud ayat (2), dianggap sah apabila dihadiri oleh seluruh Pembina.
(4)       Dalam hal Yayasan bubar sebagaimana diatur dalam ayat (1)  huruf  a dan huruf  b , Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan,
(5)       Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, maka Pengurus bertindak sebagai likuidator.

Pasal 23
(1)    Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
(2)    Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar dicantumkan frasa “dalam likuidasi” di belakang nama Yayasan.
(3)    Dalam hal Yayasan bubar karena putusan pengadilan, maka pengadilan juga menunjuk likuidator,
(4)    Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan peraturan perundang-undang di bidang kepailitan,
(5)    Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggungjawab, serta Pengawasan terhadap Pengurus, berlaku juga bagi likuidator,
(6)    Likuidator atau curator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar berbahasa Indonesia.
(7)    Likuidator atau curator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia,
(8)    Likuidator atau curator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan pembubaran Yayasan kepada Pembina.
(9)    Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan sebagaimana dimaksud ayat (8) dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud ayat (7) tidak dilakukan, maka bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Cara Penggunaan Kekayaan Sisa Likuidasi
Pasal 24
(1)    Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar,
(2)    Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang melakukan kegiatan yang sama dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam undang-undang yang berlaku bagi badan hukum tersebut,
(3)    Dalam hal kekayaan sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain atau kepada badan hukum lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang  bubar. 
Pasal 25
Ketentuan-ketentuan yang diberlakukan pada saat Yayasan ini dinyatakan bubar, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam peraturan perudang-undangan.

BAB XIII
PENUTUP

Pasal 26
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur kemudian dalam Anggaran Rumah Tangga Yayasan.






ANGGARAN RUMAH TANGGA
YAYASAN IBU INDONESIA MENGAJI (YIIM)


BAB I
PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ORGAN YAYASAN

Bagian Pertama Pengangkatan dan Penggantian Pembina

Pasal 1
(1)      Pengangkatan anggota Pembina dari  luar unsur pendiri dilakukan dalam rapat Pembina dengan mempertimbangkan usulan dari Pengurus.
(2)      Apabila Yayasan karena suatu sebab tidak lagi mempunyai Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina dengan memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar pasal 9.
(3)      Pimpinan rapat gabungan sebagaimana dimaksud ayat (2) dipilih dari dan oleh anggota rapat yang hadir.
(4)      Keputusan rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai kuorum kehadiran dan tata cara pengambilan keputusan yang diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 2
(1)      Pelaksanaan kewenangan dan kewajiban Pembina bersifat kolekftif kolegial.
(2)      Pembina memilih dua orang anggotanya untuk bertindak sebagai pimpinan dan sekretaris.

Pasal 3 Anggota Pembina berhenti dari keanggotaan Pembina karena:
a.       mengundurkan diri
b.       meninggal dunia

Bagian Kedua
Pengangkatan, Pemberhentian dan Penggantian Pengurus

Pasal 4
(1)       Pembina mengangkat Pengurus berdasarkan keputusan rapat Pembina dan ditetapkan dengan Surat Keputusan.
(2)       Rapat Pembina sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan setelah berakhir masa jabatan Pengurus lama.
(3)       Susunan Pengurus Yayasan terdiri atas:
a.       Seorang Ketua;
b.       Seorang Wakil Ketua;
c.        Seorang Sekretaris;
d.       Seorang Bendahara; dan
e.       Seksi-Seksi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan.

Pasal 5
(1)      Dalam hal Pengurus selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir.
(2)      Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar ini, atas permohonan yang berkepentingan, Pengadilan Umum dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian tersebut.




Pasal 6
Anggota Pengurus berhenti dari keanggotaan Pengurus karena:
a.        Meninggal dunia;
b.        Mengundurkan diri;
c.        Berakhir masa jabatannya; dan
d.        Diberhentikan Pembina.

Pasal 7
(1)      Anggota Pengurus yang berhenti karena sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf b, c, dan d, wajib:
a.       Membuat laporan tertulis tentang hasil kerja yang menjadi tugasnya sampai dengan diberhentikannya anggota tersebut; dan
b.       Menyerahkan semua inventaris Yayasan yang dibawa.
(2)      Apabila anggota yang berhenti sebagaimana dimaksud pasal (1) masih mempunyai tanggungan terhadap Yayasan, penyelesaiannya diserahkan kepada Pembina.

Pasal 8
(4)      Penggantian anggota Pengurus yang berhenti dilakukan dalam rapat Pembina dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Apabila Pengurus yang berhenti ketua dan/atau sekretaris, pengganti diambil dari wakilnya.
b.       Apabila Pengurus yang berhenti bendahara, Pembina menunjuk orang baru.
c.        Apabila Pengurus berhenti keseluruhan, maka masa kepengurusannya dianggap berakhir, dan Pembina menetapkan Pengurus baru.

Bagian Ketiga
Pengangkatan, Pemberhentian dan Penggantian Pengawas

Pasal 9
(1)      Pengawas Yayasan diangkat berdasarkan keputusan rapat Pembina dan ditetapkan dengan Surat Keputusan
(2)      Pengawas Yayasan dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat Pembina yang khusus dilakukan untuk  itu.
(3)      Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal pemberhentian Pengawas, Pembina mengisi kekosongan Pengawas.
(4)      Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar ini, atas permohonan yang berkepentingan, Pengadilan Umum dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian tersebut.

BAB II

WEWENANG, KEWAJIBAN DAN LARANGAN ORGAN YAYASAN

Bagian Pertama Pembina

Pasal 10 Pembina mempunyai Kewenangan yang meliputi :
a.       Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
b.       Pengangkatan dan pemberhentian Pengurus dan/atau Pengawas;
c.        Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar;
d.       Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan
e.       Penetapan keputusan mengenai penggabungan dan/atau pembubaran Yayasan.

Pasal 11
(1)      Pembina Yayasan mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2)      Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan evaluasi terhadap kekayaan Yayasan tahun lalu dan/atau tahun berjalan sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan Yayasan untuk tahun yang akan datang.




Pasal 12
Pembina dilarang:
a.        Merangkap sebagai Pengurus dan/atau Pengawas.
b.        Menjabat Pengurus pada organisasi lain yang bertentangan dengan dasar dan akidah Yayasan.

Bagian Kedua Pengurus

Pasal 13
(1)      Pengurus Yayasan bertanggungjawab penuh atas kepengurusa Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan
(2)      Pengurus mempunyai kewenangan untuk:
a.       Melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pencapaian maksud dan tujuan Yayasan
b.       Mengangkat dan memberhentikan Pelaksana Kegiatan Yayasan
c.        Mewakili dan bertindak atas nama Yayasan
(3)      Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, Pengurus mengeluarkan Surat Keputusan.

Pasal 14
(1)      Dalam melaksanakan usaha sebagaimana dimaksud Anggaran Dasar pasal 6 (enam), Pengurus melakukan kordinasi dengan Pembina untuk mendapatkan persetujuan.
(2)      Koordinasi sebagaimana dimaksud ayat (1), hanya wajib dilakukan dalam melaksanakan usaha sebagaimana dimaksud Anggaran Dasar pasal 6 (enam) huruf a dan b.

Pasal 15
(1)      Pengurus dilarang:
a.        Melakukan kegiatan yang secara nyata bisa merugikan Yayasan
b.        Mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan,
c.        Melakukan tindakan atas nama Yayasan untuk kepentingan pribadi Pengurus,
d.        Mengikat Yayasan sebagai penjamin utang,
e.        Mengalihkan kekayaan Yayasan,  dan
f.         Membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak  lain.
(2)      Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.

Pasal 16
(1)      Setiap Pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.

Pasal 17
(2)      Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila:
a.        Terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atau
b.       Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan.
(3)      Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud ayat (1), Pembina menunjuk wakil Yayasan, dalam rapat Pembina.




Pasal 18
(1)      Apabila Yayasan mengalami kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Pengurus, dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
(2)      Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Bagian Ketiga Pengawas

Pasal 19
(1)      Jumlah Pengawas Yayasan adalah 3 (tiga) orang.
(2)      Susunan Pengawas Yayasan terdiri dari:
a.       Seorang ketua merangkap anggota
b.       Seorang sekretaris merangkap anggota
c.        Seorang anggota
(3)      Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.

Pasal 20
Pengawas mempunyai kewenangan untuk:
a.        Melakukan Pengawasan terhadap kinerja Pengurus dalam melaksanakan tugas kepengurusa Yayasan.
b.        Mengusulkan pemberhentian sementara Pengurus kepada Pembina.

Pasal 21
Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan.

Pasal 22
(1)      Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus.
(2)      Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) langsung dilaporkan secara tertulis kepada Pembina dengan menyertakan alasannya.
(3)      Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima, Pembina wajib memanggil anggota Pengurus yang bersangkutan untuk  diberi kesempatan membela diri.
(4)      Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Pembina wajib:
a.       Mencabut keputusan pemberhentian sementara; atau
b.       Memberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan secara permanen.

Pasal 23
(1)      Apabila Yayasan mengalami kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Pengawas dalam melakukan tugas Pengawasan dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
(2)      Anggota Pengawas Yayasan yang dapat membuktikan bahwa kapailitan bukan karena kesalahan dan kelalaiannya, tidak bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
BAB III

PELAKSANA KEGIATAN

Pasal 24
(1)      Pengurus dalam melaksanakan kegiatan yayasan dapat mengangkat pelaksana kegiatan,  yakni apabila diperlukan,
(2)      Dalam hal belum diperlukan pelaksana kegiatan maka fungsi-fungsi pelaksana kegiatan melekat pada Pengurus,
(3)      Pelaksana kegiatan adalah orang perseorangan yang diberi tugas oleh Pengurus untuk melaksanakan kegiatan dan/atau usaha Yayasan.
(4)      Bidang kegiatan Yayasan meliputi:
4.1   Bidang Sosial :
a. Mendirikan lembaga sosial formal dan/atau non formal,
b. Panti Asuhan, Panti Jompo,
c. Melestarikan lingkungan hidup.
4.2.  Bidang Kemanusiaan :
a. Memberi bantuan korban bencana alam,
b. Memberi bantuan pengungsi perang,
c. Memberi bantuan fakir, miskin, janda, yatim dan/atau piatu,
4.3.  Bidang Keagamaan :
        a. Pembinaan anak, remaja dan keluarga,
b. Meningkatkan pemahaman keagamaan,
c. Melaksanakan syiar keagamaan,
d. Menerima dan menyalurkan zakat, infaq, shadaqah serta wakaf,
e. Mendirikan sarana ibadah bagi ummat islam,
f.  Menyelenggarakan pondok pesantren, TPA dan/atau madrasah.


Pasal 25
(1)       Yang dapat diangkat menjadi Pelaksana Kegiatan adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.
(2)       Pelaksana Kegiatan diangkat oleh Pengurus atas persetujuan Pembina untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 2 (dua) kali masa jabatan.
(3)       Susunan personalia pelaksana kegiatan minimal terdiri  atas:
a.       Seorang Ketua;
b.       Seorang Wakil Ketua;
c.        Seorang Sekretaris
d.       Seorang Wakil Sekretaris; dan
e.       Seorang Bendahara.

Pasal 26
(1)      Pelaksana Kegiatan mempunyai kewenangan   untuk:
a.       Mengangkat dan memberhentikan pegawai
b.       Menyusun program kerja yang berhubungan dengan pencapaian maksud dan tujuan kegiatan yang diamanatkan
c.        Melaksanakan kegiatan sebagaiman tertuang dalam program kerja
(2)      Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, Pelaksana Kegiatan mengusulkan kepada Pengurus untuk mendapatkan persetujuan dalam bentuk Surat Keputusan.
(3)      Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, Pelaksana Kegiatan mengangkat pegawai.

Pasal 27
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pasal (26), Pelaksana Kegiatan menyusun petunjuk pelaksanaan.

Pasal 28
(1)      Pelaksana kegiatan dilarang:
a.       Melakukan kegiatan yang merugikan Yayasan
b.       Mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.
c.        Melakukan tindakan atas nama Yayasan untuk kepentingan pribadi.
(2)      Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.

Pasal 29
(1)      Apabila Yayasan mengalami kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Pelaksana Kegiatan, dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Pelaksana Kegiatan secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

(2)      Anggota Pelaksana Kegiatan yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 30
Dalam hal Pelaksana Kegiatan selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan Pengurus atas persetujuan Pembina, Pelaksana Kegiatan tersebut dapat diberhentikan sebelum masa jabatanya berakhir.

Pasal 31
Pelaksana Kegiatan berhenti karena:
a.        Meninggal dunia;
b.        Mengundurkan diri;
c.        Berakhir masa jabatan; dan
d.        Diberhentikan.

Pasal 32
(1)      Pelaksna Kegiatan yang diberhentikan atau mengundurkan diri, wajib:
a.       Membuat laporan tertulis tentang hasil kerja yang menjadi tugasnya sampai dengan diberhentikannya anggota tersebut; dan
b.       Menyerahkan semua inventaris Yayasan yang dibawa.
(2)      Apabila anggota yang berhenti sebagaimana dimaksud pasal (1) masih mempunyai tanggungan terhadap Yayasan, penyelesaiannya diserahkan kepada Pembina.

Pasal 33
Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang menjadi kewenangan dan kewajibannya.

BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN KEGIATAN, KEKAYAAN, DAN KEUANGAN

Pasal 34
(1)      Kekayaan dan keuangan Yayasan mencakup kekayaan dan keuangan yang dialokasikan untuk organ Yayasan, baik berupa harta bergerak maupun tidak bergerak.
(2)      Pengurus dan Pengawas bertanggungjawab terhadap pengelolaan kekayaan dan keuangan Yayasan, yang ditugaskan kepada Bendahara Pengurus.
(3)      Pengurus dan Pengawas menyusun laporan tahunan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung mulai tahun buku Yayasan ditutup, dan dilaporkan kepada Pembina.
(4)      Laporan sebagaimana dimaksud ayat (3) sekurang-kurangnya memuat:
a.       Laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai.
b.       Laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan kuangan.
c.        Melampirkan laporan dari pelaksana kegiatan dan usaha Yayasan.

Pasal 35
(1)      Laporan sebagaimana dimaksud pasal 34 ayat (3) ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas
(2)      Dalam hal terdapat Pengurus dan/atau Pengawas tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis.
(3)      Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) disahkan Pembina dalam rapat Pembina.

Pasal 36
Dalam hal dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, maka Pengurus dan Pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.




BAB V 

PENUTUP

Pasal 37
(1)      Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut oleh Pembina dan/atau Pengurus sesuai kewenangannya.
(2)      Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Rapat Gabungan Pembina dan Pengurus.

(3)      Menyimpang dari ketentuan dalam pasal –pasal yang mengatur mengenai tata cara pengangkatan Pembina, Pengurus dan Pengawas untuk pertama kalinya diangkat susunan Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dengan susunan sebagai berikut :

a.        PEMBINA

Ketua                                  : H. Jupriyanto,S.Si

Anggota                             : Andi Maryanto, SE

Anggota                             : Bima Sakayo, ST

b.        PENGURUS

Ketua                                  : Arifah Sri Sugiyanti, SE
Wakil Ketua                        : Yuntri Winda Mulyaningrum, S.Sn
Sekretaris                           : Dias Ayu Pratiwi
Bendahara                          : Bibit Tin Hartini, SE
c.        PENGAWAS
Ketua                                   : Ari Widodo, SE
Anggota                              : Khotibul Umam, SHI


                               










#Ayodonasipaludonggala

Gempa Palu dan Donggala masih hangat dalam pemberitaan, baik dari analisis penyebab gempa, tipe gempa yang telah terjadi, kekhususan tipe be...